you will when you believe {}



Selasa, 14 Januari 2014

UAS Komputer 1B (Excel)
silahkan download disini
KIAT SEDERHANA TANGKAL RADIKAL BEBAS
Dalam dua dasawarsa terakhir, pemahaman mengenai mekanisme gangguan kesehatan berkembang, terutama yang berhubungan dengan penyakit degeneratif.  Maka pemahaman seputar radikal bebas dan antioksidan pun berkembang lebih luas.
Proses metabolisme tubuh selalu diiringi pembentukan radikal bebas, yakni molekul-molekul yang sangat reaktif.  Molekul-molekul tersebut memasuki sel dan “meloncat-loncat” di dalamnya.  Mencari, lalu “mencuri” satu elektron dari molekul lain untuk dijadikan pasangan. Pembentukan radikal bebas dalam tubuh pada hakikatnya adalah suatu kejadian normal, bahkan terbentuk secara kontinyu karena dibutuhkan untuk proses tertentu, di antaranya oksidasi lipida.
Tanpa produksi radikal bebas, kehidupan tidaklah mungkin terjadi.  Radikal bebas berperan penting pada ketahanan terhadap jasad renik.  Dalam hati dibentuk radikal bebas secara enzimatis dengan maksud memanfaatkan toksisitasnya untuk merombak obat-obatan dan zat-zat asing yang beracun.
Namun pembentukan radikal bebas yang berlebihan malah menjadi bumerang bagi sel tubuh, karena sifatnya yang aktif mencari satu elektron untuk dijadikan pasangan.  Dalam pencariannya, membran sel dijebol dan inti sel dicederai.  Aksi ini dapat mempercepat proses penuaan jaringan, cacat DNA serta pembentukan sel-sel tumor. Radikal bebas juga “dituding” dalam proses pengendapan kolesterol LDL pada dinding pembuluh darah (aterosklerosis).
Tubuh memerlukan bala bantuan untuk mengendalikan jumlah radikal bebas yang melampaui kebutuhan itu, yaitu antioksidan yang sebenarnya sudah terbentuk secara alamiah oleh tubuh.  Berdasarkan sifatnya, antioksidan mudah dioksidasi (menyerahkan elektron), sehingga radikal bebas tak lagi aktif mencari pasangan elektronnya.
Unsur antioksidan yang terpenting adalah yang berasal dari vitamin C, E dan A serta enzim alamiah. Demi memenuhi tuntunan itu, berbagai upaya dilakukan, misalnya dengan mengonsumsi lebih banyak buah dan sayur yang kaya akan vitamin dan mineral tertentu.  Ada pula yang menempuh cara lebih praktis, yaitu mengonsumsi suplemen, baik yang berbahan dasar alami maupun yang sintetis.
Belum banyak yang memahami benar seberapa banyak kebutuhan tubuh kita akan vitamin A, C dan E yang dikelompokkan sebagai antioksidan.  Sebagai contoh masih terdapat perbedaan pendapat tentang dosis Vitamin C yang perlu dikonsumsi setiap hari.  Sebagian pakar merekomendasikan cukup 60–70 mg, dengan alasan cukup untuk kebutuhan setiap hari.  Jika mengonsumsi berlebih akan terbuang dalam urin. Sedangkan yang lain menganjurkannya 500–1.000 mg agar Vitamin C bukan sekedar memenuhi kebutuhan tubuh untuk stimulasi proses metabolisme, tetapi benar-benar dapat berfungsi sebagai antioksidan.
Beberapa pakar nutrisi berpendapat, bahwa kecukupan antioksidan dapat diperoleh dengan cara  menjaga pola makan bergizi seimbang. Namun, pada kenyatannya tidak banyak yang dapat melakukannya setiap hari.  Sebagai contoh, bagi kalangan berpendapatan kelas menengah-bawah buah-buahan yang dijual pada umumnya relatif mahal, sehingga kebutuhan akan vitamin yang tergolong anti oksidan menjadi berkurang.  Mereka berpendapat dapat digantikan dengan suplemen yang lebih murah. Namun keunggulan suplemen ini tetap kalah jika dibandingkan dengan makanan alami, karena pada yang alami terdapat vito chemicals, yaitu sekumpulan bahan-bahan kimia yang mempunyai fungsi belum diketahui secara rinci.
Ada pula yang berpendapat, dalam mengonsumsi suplemen, mengambil dosis yang moderat, artinya tidak menggunakan vitamin dengan dosis terlalu tinggi, contohnya 500 mg Vitamin C setiap hari.  Penggunaan dosis tinggi dianggap tidak baik bagi kesehatan, apalagi digunakan dalam jangka panjang. “Beberapa studi menunjukkan, dosis terlalu tinggi mengubah sifat antioksidan menjadi prooksidan,” peringatan dr Benny Soegianto, MPH. (alm) dalam sebuah wawancara dengan reporter majalah kesehatan tujuh tahun silam.  Kendatipun demikian sampai saat ini masih banyak konsumen yang tergoda untuk rutin memakai dosis tinggi karena terbuai janji khasiatnya sebagai penghambat proses penuaan.
Tubuh kita sendiri, lanjut dr Benny seringkali mampu memberikan sinyal kekurangan vitamin tertentu.  Sebagai contoh, jika Vitamin B dan C dalam kurun waktu tertentu tidak cukup dikonsumsi dan tubuh sedang bekerja keras, maka akan timbul sariawan dan tubuh akan terasa pegal.  Oleh karenanya kecukupan kedua macam vitamin tersebut perlu dijaga dengan cara–suka tidak suka- mengonsumsi buah segar setiap hari dalam porsi yang memadai.
artikel ini terkait dengan
penyakit degeneratif
radikal bebas
oksidan dan antioksidan
LDL
ateroskelrosis \
metabolisme
jasad renik 
pola makan 
stimulasi  
vitamin C

Selasa, 07 Januari 2014

LAPORAN PENIMBANGAN BULANAN BALITA

untuk mendapatkan file asli silahkan download disini
laporan penimbangan balita
untuk mendapatkan file aslinya silahkan download disini

What are functional foods?

All foods are functional to some extent because all foods provide taste, aroma and nutritive value. However, foods are now being examined intensively for added physiologic benefits, which may reduce chronic disease risk or otherwise optimize health. It is these research efforts that have led to the global interest in the growing food category now recognized as “functional foods.” Functional foods have no universally accepted definition. The concept was first developed in Japan in the 1980s when, faced with escalating health care costs, the Ministry of Health and Welfare initiated a regulatory system to approve certain foods with documented health benefits in hopes of improving the health of the nation’s aging population. These foods, which are eligible to bear a special seal, are now recognized as Foods for Specified Health Use (FOSHU).3 As of July 2002, nearly 300 food products had been granted FOSHU status in Japandownload disini

Jumat, 03 Januari 2014

POLA KONSUMSI BUAH DAN SAYUR SERTA ASUPAN ZAT GIZI MIKRO DAN SERAT PADA IBU HAMIL DI KABUPATEN GOWA 2013




POLA KONSUMSI BUAH DAN SAYUR SERTA ASUPAN ZAT GIZI MIKRO DAN SERAT PADA IBU HAMIL DI KABUPATEN GOWA 2013


Hubungan antara frekuensi konsumsi buah dan sayur dengan asupan vitamin Adanya perbedaan asupan vitamin pada responden karena jenis buah dan sayur yang sering dikonsumsi ibu hamil kebanyakan buah dan sayur yang banyak mengandung vitamin A dan C seperti buah rambutan dan tomat tetapi lebih jarang mengkonsumsi sayuran yang banyak mengandung vitamin B1 ataupun sumber asam folat misalnya kacang-kacangan serta sayuran lain yang berwarna hijau tua. Peranan vitamin A sebagai suatu zat gizi yang sangat dibutuhkan telah dikenal secara umum. Pertumbuhan badan, terutama integritas beberapa jaringan sangat dipengaruhi oleh adanya vitamin A. Selain itu vitamin A berperan dalam ketahanan tubuh terhadap infeksi (Husaini 1982). Vitamin C turut serta dalam banyak reaksi metabolisme dan melakukan beberapa fungsi penting dalam tubuh diantaranya metabolisme protein dan besi serta memegang peranan penting dalam fungsi sel darah merah. Vitamin C mereduksi Feri menjadi Fero dalam usus halus sehingga mudah diabsorbsi. Vitamin C menghambat pembentukan hemosiderin yang sukar dimibolisasi untuk membebaskan besi bila diperlukan. Absorbsi besi dalam bentuk nonhem meningkat empat kali lipat bila ada vitamin C. Sehingga defisiensi vitamin C selain mengurangi imunitas seorang ibu hamil, juga akan menghambat penyerapan zat besi dalam tubuh (Almatsier, 2001). Vitamin B1 diperlukan untuk membantu tubuh memaksimalkan penggunaan karbohidrat, utamanya sumber energi. Penting untuk tepat fungsi jantung, saraf sistem dan koordinasi otot. Vitamin ini sangat diperlukan tubuh, tersedianya dalam tubuh karena diserap usus dari makanan, selanjutnya diangkut bersama darah ke jaringan-jaringan tubuh. Adapun sumber utama dari vitamin B1 adalah gandum, daging, susu, ragi beras serta telur (Kartasapoetra et al., 2008). Pada ibu hamil, kekurangan asam folat menyebabkan meningkatnya resiko anemia, sehingga ibu mudah lelah, letih, lesu dan pucat serta bisa menyebabkan keguguran. Kebutuhan asam folat untuk ibu hamil dan usia subur sebanyak 400 mikrogram/ hari atau sama dengan 2 (dua) gelas susu. Mengkonsumsi asam folat tidak hanya ketika hamil, tetapi sebelum hamil juga sangat dianjurkan mengkonsumsi asam folat. Asam folat juga penting dalam membantu pembelahan sel. Asam folat bisa mencegah anemia dan menurunkan resiko terjadinya NTD (Neural Tube Deffects) dan sebagai antidepresan (Purwani, 2008). Berdasarkan hasil penelitian ini mengenai hubungan pola konsumsi buah dan sayur dengan asupan zat gizi mikro dan serat pada ibu hamil di Kecamatan Bontonompo dan Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Asupan vitamin A dan vitamin C ibu hamil pada penelitian ini cukup namun asupan vitamin B1 dan asam folat kurang

Hubungan antara frekuensi konsumsi buah dan sayur dengan asupan mineral. Berdasarkan hasil penelitian ini mengenai hubungan pola konsumsi buah dan sayur dengan asupan zat gizi mikro dan serat pada ibu hamil di Kecamatan Bontonompo dan Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa, maka dapat ditarik kesimpulan Asupan mineral (Fe, Zink, dan Kalsium) ibu hamil pada penelitian ini masih kurang. Zink adalah mineral esensial bagi manusia sangat penting bagi kesehatan ibu dan bayi. Diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh, pertumbuhan janin dan sistem saraf pusat. Defisiensi kadar zink rendah pada bayi berhubungan dengan NTD (neural tube defect) (Hakim, 2013). Defisiensi Zink juga dapat menurunkan fungsi kekebalan tubuh anak yang dapat terjadi selama kehamilan atau setelah persalinan dan dapt menggaggu daya tahan terhadap penyakit infeksi (Arfiyanti, 2002). Zink banyak terdapat pada biji-bijian, kacang-kacangan dan buncis kering serta pada daging, susu, keju, kuning telur dan makanan laut. Zink sangat penting bagi pertumbuhan janin serta dalam produksi ASI (Setiyobroto et al, 2004). Dalam penelitian ini sebagian besar responden memiliki asupan Zink yang kurang bahkan tidak ada responden yang memiliki asupan yang cukup. Kalsium dibutuhkan untuk pertumbuhan janin, terutama bagi pengembangan otot dan rangka. Sumber kalsium yang mudah diperoleh adalah susu, keju, yogurt, dan kalsium karbonat. Defisiensi kalsium dapat menyebabkan riketsia pada bayi atau osteomalasia pada ibu.
Hubungan antara frekuensi konsumsi buah dan sayur dengan asupan serat . Berdasarkan hasil penelitian ini mengenai hubungan pola konsumsi buah dan sayur dengan asupan zat gizi mikro dan serat pada ibu hamil di Kecamatan Bontonompo dan Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Asupan serat ibu hamil pada penelitian ini masih kurang. Hasil penelitian mengenai gambaran pola konsumsi buah dan sayur dengan asupan serat  terdapat 36 (54,5%) responden yang jarang mengkonsumsi buah dan sayur. Serat dalam makanan lazim disebut sebagai dietary fiber sangat baik untuk kesehatan manusia. Serat makanan ini semakin mendapat perhatian sejak tahun 1970-an yaitu sejak kelompok peneliti Burkitt et al. (1972) dan Trowel (1972) memelopori penelitian serat dengan pendekatan epidemiologi. Hasil penemuannya menunjukkan bahwa pada masyarakat dengan western diet yang umumnya rendah serat, banyak ditemukan orang yang mengidap berbagai penyakit seperti kanker kolon, atherosklerosis, PJK, diabetes mellitus (Kusharto, 2006).

untuk selengkapnya silahkan download disini

FAKTOR – FAKTOR RISIKO KEJADIAN GIZI BURUK PADA BALITA YANG DIRAWAT DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG



1.      Faktor risiko status sosial ekonomi terhadap kejadian gizi buruk
Penelitian yang telah dilaksanakan diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara status sosial ekonomi dengan kejadian gizi buruk.. Status sosial ekonomi merupakan faktor risiko kejadian gizi buruk dikarenakan rendahnya status sosial ekonomi akan berdampak pada daya beli makanan.Rendahnya kualitas dan kuantitas makanan merupakan penyebab langsung dari gizi buruk pada balita.Status sosial ekonomi yang kurang sebenarnya dapat diatasi jika keluarga tersebut mampu menggunakan sumber daya yang terbatas, seperti kemampuan untuk memilih bahan yang murah tetapi bergizi dan distribusi makanan yang merata dalam keluarga
2.      Faktor risiko pendidikan ibu terhadap kejadian gizi buruk
Pendidikan ibu mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian gizi buruk dan pendidikan ibu merupakan faktor risiko dari kejadian gizi buruk. Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap kualitas pengasuhan balita terutama anak yang masih diasuh oleh ibunya.Kualitas pengasuhan balita yang buruk dan rendahnya pendidikan akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas asupan makanan balita yang menyebabkan balita tersebut mengalami gizi buruk.
3.      Faktor risiko penyakit penyerta terhadap kejadian gizi buruk
Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara penyakit penyerta dengan kejadian gizi buruk.Selain itu diperoleh hasil pula bahwa penyakit penyerta merupakan faktor risiko kejadian gizi buruk. Penyakit penyerta dapat menyebabkan gizi buruk dikarenakan terdapat hubungan timbal balik antara kejadian penyakit dan gizi buruk. Balita yang menderita gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan sehingga rentan terhadap penyakit. Selain itu anak yang menderita sakit akan memperjelek keadaan gizi melalui gangguan asupan makanan dan meningkatnya kehilangan zat-zat gizi esensial
4.      Faktor risiko ASI terhadap kejadian gizi buruk
Penelitian ini diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian gizi buruk. Selain itu diperoleh pula simpulan bahwa pemberian ASI eksklusif merupakan faktor risiko kejadian gizi buruk. ASI mempengaruhi kejadian gizi buruk dikarenakan ASI mengandung zat antibodi sehingga balita yang tidak diberikan ASI eksklusif akan rentan terhadap penyakit dan akan berperan langsung terhadap status gizi balita.23
5.      Faktor risiko BBLR terhadap kejadian gizi buruk
Data yang diperoleh dari penelitian memberi simpulan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara BBLR dengan kejadian gizi buruk.Selain itu BBLR merupakan faktor risiko dari kejadian gizi buruk. Gizi buruk dapat terjadi apabila BBLR jangka panjang. Pada BBLR zat antibodi kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit. Penyakit ini menyebabkan balita kurang nafsu makan sehingga asupan makanan yang masuk ke dalam tubuh menjadi berkurang dan dapat menyebabkan gizi buruk
6.      Faktor risiko kelengkapan imunisasi terhadap kejadian gizi buruk
Terdapat hubungan yang bermakna antara kelengkapan imunisasi dengan kejadian gizi buruk.Pemberian imunisasi yang tidak lengkap merupakan faktor risiko kejadian gizi buruk. Ini dikarenakan apabila bayi atau balita tidak diberikan imunisasi yang lengkap maka balita akan mudah terkena penyakit dan tidak memiliki kekebalan yang baik terhadap penyakit. Bayi yang terkena penyakit akan menyebabkan menurunnya nafsu makan dan asupan makanan ke dalam tubuh balita menjadi berkurang.
untuk mendapatkan file asli silahkan download disini